Senin, 14 Maret 2011

skripsi dampak lingkungan pendidikan terhadap perilaku keagamaan

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Lingkungan Pendidikan
Seperti apa yang telah kita ketahui bersama, bahwa pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia yang sangat penting, karena dengan bekal pendidikan, manusia dapat menggapai apa yang dicita-citakannya selama ini. Telah dipaparkan pula bahwa pendidikan tidak dapat berjalan dengan baik manakala tidak didukung oleh lingkungan. Sebab lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam menyukseskan pendidikan itu sendiri.
Begitu pula dalam kaitannya dengan pembentukan perilaku anak secara umum, bahwa lingkungan juga memiliki andil yang sangat besar terhadap hal tersebut, sebab lingkungan merupakan tempat anak dalam berinteraksi, serta mengambil pelajaran yang berarti dalam hidupnya. Begitu pula perilaku beragama anak, tentunya lingkungan pendidikan juga tidak dapat diabaikan begitu saja, sebab mau tidak mau, tentu lingkungan menjadi salah satu faktor penentu dalam mengarahkan anak. Namun, sebelum berbicara lebih jauh tentang dampak lingkungan pendidikan terhadap perilaku keagamaan anak, terlebih dahulu diuraikan mengenai lingkungan pendidikan itu sendiri.
Secara umum lingkungan biasa diartikan “sesuatu yang berada diluar diri anak dan mempengaruhi perkembangannya”. Apa saja yang berada diluar diri anak yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangannya, terutama perkembangan intelektualnya, maka hal tersebut masuk dalam kategori lingkungan.
Menurut Sartain, (ahli psikologi Amerika) yang dimaksud dengan lingkungan (enviromental) meliputi kondisi alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan dan life skill.
Lebih jauh mengenai tentang lingkungan ini, Sartain mengemukakan pendapatnya bahwa yang dimaksud lingkungan sekitar adalah meliputi semua kondisi dalam dunia ini, yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan dan perkembangannya, kecuali gen-gen.
Hal ini menunjukkan manusia memiliki kaitan yang erat dengan lingkungan dan saling memiliki hubungan timbal balik, dan hal ini tidak akan pernah terputus selama manusia tersebut masih melakukan aktifitasnya di alam ini.
Berangkat dari pendapat tersebut diatas, maka tentunya hal tersebut semakin menguatkan kepada kita tentang lingkungan itu sendiri dalam artian lingkungan adalah segala apa yang ada diluar diri anak, baik yang bergerak maupun tidak, baik yang dapat memberikan pengaruh secara langsung, maupun lingkungan yang sama sekali tidak memberikan pengaruh apapun (lingkungan netral).
Pengertian lingkungan diatas juga memberikan kepada kita penguatan tentang lingkungan itu sendiri, serta menjelaskan kepada kita tentang arti penting sebuah lingkungan dalam membentuk kepribadian individu. Sebab peran besar lingkungan menjadi salah satu faktor penentu kepribadian seseorang.
Sedangkan pengertian pendidikan, secara etimologi adalah berasal dari bahasa Yunani yaitu “paedagogike”terdiri dari kata paes, artinya anak, dan ago yang berarti “aku membimbing”, jadi paedagogike dapat diartikan sebagai bimbingan yang diberikan kepada anak.
Dalam UU No. 2 tahun 1989, pasal 5 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan-kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Dalam literatur lain Lavengeld yang dikutip oleh Hasbullah dikatakan bahwa pendidikan “Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.”
Selanjutnya dikatakan oleh Ahmad D. Marimba bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Dalam buku Dictonary Of Education menyebutkan bahwa “pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya didalam masyarakat dimana ia hidup”.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan pendidikan adalah setiap usaha yang dilakukan secara sengaja dalam rangka mengembangkan potensi anak didik dalam segala hal, baik dalam hal intelektual maupun dari segi spiritual, melalui bimbingan, latihan, pengajaran dan usaha-usaha lainnya, sehingga anak didik dapat berkembang dengan baik dengan bekal pendidikan yang dimilikinya.
B. Perilaku keagamaan Anak
Ditinjau dari aspek epistemologi (pengertian bahasa), kata perilaku merupakan padanan kata peri (seluruh) dan laku (sikap) berarti tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) tidak saja badan atau ucapan. Kata perilaku memiliki sinonim atau pengertian yang sama dengan kata watak, tabiat, perangai, budi pekerti, sikap, kelakuan tingkah laku, adab, karakteristik, moral, akhlak dan atau kepribadian. Kata-kata tersebut pada dasarnya menyangkut aspek phsikis (kejiwaan) manusia yang dipengaruhi pula oleh gerakan phisik (tubuhnya).
Selanjutnya, Perilaku dalam pengertian terminologis (istilah) berarti sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau budi pekerti. Dengan demikian perilaku adalah perpaduan antara aspek kejiwaan yang abstrak dan sikap atau perbuatan yang bersifat empiris (pengalaman nyata). Istilah perilaku menurut jalaluddin merupakan gambaran yang utuh dari diri seseorang yang dilambangkan dengan fikiran, penampilan serta sikap dan perilaku yang terorganisir atau tertata dengan baik, Ini berarti bahwa perilaku merupakan abstraksi dari seluruh aspek yang terdapat dalam individu yang substansinya terletak pada dimensi kemanusiaannya.
Dalam kaitannya dengan perilaku agama, maka dalam diri manusia sebenarnya telah diatur semacam sistim kerja untuk menyelaraskan tingkah laku manusia agar tercapai ketentraman dalam batinnya. Secara fitrah manusia memang terdorong untuk melakukan sesuatu yang baik, benar dan indah. Namun terkadang naluri mendorong manusia untuk segera memenuhi kebutuhannya yang bertentangan dengan realita yang ada.
Sementara itu, agama berasal agama terdiri dari a yang berarti tidak; gam sama dengan pergi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun. Dalam bahasa arab Agama (al-Din) berarti undang-undang, hukum, menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan . Agama juga biasa disebut religi (latin) yang berarti mengikat . Dengan demikian, jiwa keagamaan merupakan gambaran non fisik (psikis) yang abstrak dalam diri seseorang terhadap suatu ikatan agama atau kepercayaan yang diyakininya.
Konsep keagamaan tersebut mengandung pengertian yang berkonotasi pada pengakuan, ikatan, kepercayaan, sistim tingkah laku, pemujaan dan ajaran-ajaran yang diakui dan tertanam dalam jiwa seseorang. Oleh karena itu perilaku keagamaan merupakan gambaran sikap yang tercermin dari kepribadian seseorang dan diwujudkan dalam tingkah lakunya secara fisik.
Lebih lanjut, Zakiah Daradjat menyatakan, bahwa ruang lingkup perilaku keagamaan mencakup proses beragama, perasaan, dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Pendapat ini mengindikasikan adanya keterkaitan tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya. Perilaku beragama merupakan perilaku yang dekat dengan hal-hal spiritual. Perilaku beragama adalah usaha manusia dalam mendekatkan dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya. Berdasarkan berbagai uraian di atas, Perilaku keagamaan merupakan gambaran sikap atau perilaku terhadap agama dan kepercayaan yang diyakininya.
Misi utama kerasulan nabi Muhammad SAW adalah untuk memperbaiki akhlak umatnya. Dalam kepustakaan akhlak diartikan sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku). Akhlak yang dimaksudkan tersebut ekuivalen dengan budi pekerti. Oleh karena itu misinya sebagai pengemban perbaikan budi pekerti, maka beliau senantiasa menunjukkan uswah hasanah (suri tauladan yang baik) agar umatnya dapat menirunya. Hal ini didasarkan atas firman Allah SWT SWT Q.S Al-Ahzab ayat 21:
       
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.
Hal tersebut diatas terwujud diimplementasikan dalam kehidupan umat muslim dalam bentuk perilaku keagamaan yaitu hubungan dengan Allah SWT (habl min Allah) dan dan hubungan sesama manusia (habl min al-nas).
Manusia dalam kehidupannnya sehari-hari pastinya seringkali bersentuhan dengan yang namanya kegiatan keagamaan. Sebab secara kejiwaan agama merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia, entah ia tekun dalam menjalankannya atau tidak, atau dapat diartikan bahwa agama merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia.
Kegiatan seseorang sebagai bagian dari anggota masyarakat terhadap kegiatan keagamaan yang dilakukannya, bertujuan untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa ia juga bagian dari mereka, dalam artian perilaku agama yang dilakukan tersebut menunjukkan ia bagian dari agama tersebut pula. Namun perlu ditekankan disini bahwa perilaku beragama tidak hanya ditampakkan pada aktifitas ibadah semata, seperti shalat, puasa, zakat dan yang lainnya, namun lebih dari itu, dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan perilaku beragama ini bisa dilihat dari cara ia berkomunikasi dengan masyarakat yang lainnya, tutur kata, etika, moral dan lain sebagainya. Kesemua hal tersebut menunjukkan perilaku beragama seseorang.
Untuk mewujudkan perilaku beragama anak dalam hal ini keluarga memegang peranan yang sangat penting, keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (ibu bapak) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Allah SWT berupa naluri orang tua. Naluri itu timbul kasih karena sayang para orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi serta membimbing keturunan mereka.
Menurut Jalaludin “ Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi anak dalam meletakkan dasar-dasar keberagamaan bagi mereka”. Ketika orang tua menginginkan anaknya memiliki sikap keagamaan yang baik, maka ada hal-hal yang harus dilakukan agar anaknya berperilaku yang sesuai dengan tuntunan agama. “Jika manusia yang diinginkan berperilaku agama maka lingkungannya harus diciptakan sedemikian rupa sehingga mampu memberi respons keagamaan yang diharapkan”. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh orang tua yaitu memberikan pendidikan agama sejak dini kepada anak- anak mereka untuk menjadikan kepribadian anak tersebut menjadi kepribadian yang islami “sebab pembentukan kepribadian harus dilakukan dengan kontinu dan diadakan pemeliharaan sehingga menjadi matang dan tidak mungkin berubah lagi.” Sebab dengan bekal pendidikan agama dan spiritual yang diberikan oleh orang tua, maka hal tersebut akan membentuk prilaku agama kelak, dan hal tersebut tentunya akan menjadi bakal yang sangat berharga bagi anak itu sendiri.
Namun perlu disadari bahwa pula perilaku religius/agama ini sangat ditentukan oleh faktor keluarga, sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. artinya” secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknya pun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama. Oleh karena itu para ahli jiwa menganggap bahwa “dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak”. hal ini menunjukan bahwa prilaku beragama anak tidak tidak akan terbentuk dengan baik manakala tidak ditopang dengan kondisi keluarga yang tidak memiliki prilaku agama yang baik pula, sebab bagi anak keluarga menjadi panutan utama di dalam hidupnya. Dikatakan pula bahwa dalam penanaman pandangan hidup beragama, fase kanak-kanak merupakan fase yang paling baik untk meresapkan dasar-dasar hidup beragama .
Dengan adanya pendidikan agama yang diberikan dalam keluarga akan memberikan dampak positif pada perilaku beragama anak. Pemberian pendidikan agama dan nilai-nilai budaya islam yang sesuai dengan perkembangan tentunya hal tersebut akan membantu perkembangan sikap agama yang betul kepada anak. Dengan harapan hal tersebut akan mengurangi terjadinya penyimpangan yang di akibatkan oleh rendahnya pendidikan agama anak.
Perilaku beragama ini akan terbentuk dengan baik manakala didukung oleh kondisi keluarga yang baik dan memiliki kepedulian yang tinggi tentang hal ini pula, dimana keluarga tersebut senantiasa menanamkan perilaku beragama yang baik kepada anggota kelurganya, terutama kepada anak- anak mereka. Kepribadian orang yang terdekat akan mempengaruhi perkembangan beragama anak.
Disamping perilaku beragama adapula perilaku sosial, perilaku sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
C. Bentuk-Bentuk Perilaku Keagamaan
Kerangka teoritis mengenai Pengkajian atau studi kepustakaan (library research) mengenai bentuk-bentuk perilaku keagamaan dimaksudkan sebagai sebagai bahan acuan literal penelitian untuk merinci bentuk-bentuk perilaku keagamaan anak berhubungan dengan lingkungan pendidikan, Bentuk-bentuk perilaku ini juga berkaitan erat dengan penentuan opsi-opsi pertanyaan yang diajukan dalam penelitian.
Bentuk-bentuk perilaku siswa (anak) sangat beragam dari latar belakang, jenis, wilayah spesifik, maupun dampaknya. Beberapa ahli mengkalisifikan bentuk-bentuk perilaku anak ini dalam beberapa kategori berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut Abudin Nata bahwa:
Perilaku seseorang dapat dibagi menjadi dua bagian yakni perilaku terpuji dan perilaku tercela. Pertama perilaku atau akhlak terpuji seperti berlaku jujur, amanah, adil, ikhlas, sabar, tawakal, bersyukur, berbaik sangka, suka menolog dan sebagainya. Kedua ahlak atau perilaku tercela seperti menyalahgunakan kepercayaan, mengingkari janji, menipu, berdusta dan sebagainya. karena perbuatan-perbuatan tercela tersebut harus dihindari dan perilaku terpuji hendaknya senantiasa dilakukan.
Pernyataan tersebut menunjukan bahwa perilaku dapat dibagi dalam kedua kelompok besar yakni perilaku terpuji dan perilaku tercela. Konsepsi tersebut masih bersifat umum karena menyangkut perlakuan manusia secara universal. Sementara lebih khusus mengenai perilaku keagamaan lebih pada persoalan perilaku yang bernilai positif atau perilaku terpuji. Dalam pengertian ini perilaku negatif tidak dikategorikan sebagai perilaku keagamaan.
Oleh karena itu sebagai pembanding pemikiran teoritis dapat dikemukakan pula pernyataan sebagai berikut:
Perilaku keagamaan merupakan perwujudan dari sikap-sikap keagamaan yang tercermin dari pelaksanaan perbuatan-perbuatan yang ditujukan semata-mata kepada Allah SWT. Perilaku tersebut meliputi 2 hal pokok yakni melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan sesuai yang telah diperintahkan oleh agama. Perilaku terpuji dalam konteks ini meliputi kegiatan ritual keagamaan dan perbuatan-perbuatan yang diwajibkan oleh agama.

Pendapat ini mengindikasikan bahwa perilaku keagamaan meliputi ritual keagamaan, perbuatan baik dan menjauhi perbuatan tercela. Ritual keagamaan secara khusus dimaksudkan menyangkut pelaksanaan ibadah shalat, puasa, membaca al-Qur’an dan sebagainya.
Lebih khusus menyangkut ibadah, Jalaluddin menguraikan bahwa “pekerjaan yang dilakukan oleh manusia dapat menjadi ibadah, termasuk gerak hati dan pikiran”. Ini berarti bahwa ibadah tidak sekedar dilihat dari ritual keagamaan yang dilakukan berupa pelaksanaan rukun iman, tetapi lebih dari itu seluruh aktifitas maupun pola fikir manusia. Atau dalam pengertian lain ibadah tidak dapat diukur dari perilaku manusia dalam kehidupan beragama tetapi menyangkut keseluruhan unsur yang melingkupinya. Jalaluddin lebih lanjut menegaskan bahwa:
Sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah haji, dan mengucapkan syahadat. Ibadah adalah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran, yang disangkutkan dengan Allah. Dalam kerangka inilah maka tujuan pendidikan haruslah mempersiapkan manusia agar beribadah seperti itu, agar Ia menjadi hamba Allah (‘ibad al-rahman).
Dengan demikian, perilaku keagamaan dalam konteks penelitian ini menyangkut ritual keagamaan dan perbuatan baik yang umum dilakukan oleh anak seperti mengucapkan salam, shalat, puasa, berdoa, membaca al-Qur’an, jujur atau tidak suka berbohong, menghargai sesama, suka menolong, tidak ingkar janji dan perbuatan lain yang mencerminkan perilaku umat Islam atau kepribadian muslim yang senantiasa berpedoman pada ajaran atau syariat agama Islam.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku keagamaan Anak
Telah diketahui bersama bahwa perilaku keagamaan anak banyak ditentukan oleh lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Ketiga unsur lingkungan ini menjadi faktor penentu pembentukan karakter dari anak didik. Tentunya masalah perilaku keagamaan anak tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya lingkungan yang ada disekitarnya
Berkenaan dengan perilaku beragama ini dalam kaitannya dengan lingkungan sebagai tempat anak melakukan interaksi, maka akan semakin menarik untuk disimak pendapat para ahli tentang pengaruh lingkungan terhadap pembentukan karakter anak. Pendapat para ahli akan menjadi acuan bagi kita untuk lebih jauh mengetahui tentang peran lingkungan terhadap pembentukan karakter seorang anak. Setidaknya ada tiga aliran pendidikan yang mengemukakan pendapat tentang pengaruh lingkungan ini, ketiga aliran tersebut antara lain aliran Nativisme, Empirisme dan Konvergensi.
a. Nativisme
Faham ini merupakan salah satu faham yang telah lama dikenal dan erat kaitannya dengan pendidikan. Faham ini dipelopori oleh Schopenhauer
“faham ini beranggapan bahwa anak dilahirkan membawa bakat, kesanggupan dan sifat-sifat tertentu dan inilah yang aktif dan menguasai pertumbuhan dan kemajuan. pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh sama sekali dan tidak berkuasa”
Apa yang dikemukakan oleh penganut faham ini akan tentunya akan sangat bertentangan dengan realita yang ada. Sebab remaja yang dilahirkan begitu ia lahir maka tentunya akan langsung bersentuhan dengan lingkungan sekitarnya. Apalagi ketika anak tersebut beranjak dewasa dan masuk dalam dunia baru, yaitu dunia pendidikan maka tentunya ia akan mendapatkan pelajaran baru di lingkungan tersebut.
b. Empirisme
Faham ini merupakan salah satu faham yang memberikan komentar berkenaan dengan pembentukan karakter anak dalam kaitannya dengan lingkungannya, yang dipelopori oleh John Locke. Teori ini dikenal dengan sebutan teori tabularasa. Faham ini berpandangan bahwa “manusia dalam hidup dan perkembangan pribadinya ditentukan oleh dunia luar. Sedangkan pengaruh dari dalam (faktor keturunan) dianggap tidak ada.” Hal ini menunjukan faktor lingkungan menjadi faktor penentu bagi perkembangan serta pembentukan karakter individu dalam mengarungi kehidupannya, dan tentunya jika hal ini benar adanya,maka tentu hal tersebut berdampak positif dan negative bagi individu itu sendiri, sebab jika individu terrsebut dipertemukan dengan lingkungan yang baik, tetapi lain halnya jika hal yang sebaliknya terjadi, maka tentunya hal tersebut tentunya hal tidak diinginkan sama sekali.
c. Konvergensi
Faham ini merupakan faham yang berada dari yang kedua faham yang dikemukakan sebelumnya. Faham ini menggabungkan faham nativisme dan empirisme. Faham ini dipelopori oleh William Stren. Dalam pandangan faham ini mengatakan bahwa “pertumbuhan dan perkembangan manusia itu tergantung atas dua faktor, yaitu faktor bakat atau pembawaan dan faktor lingkungan pengalaman/pendidikan”. Kedua faktor inilah yang menjadi penentu perkembangan individu selanjutnya. Entah ia ingin menjadi baik atau buruk, kesemuanya dipengaruhi oleh factor-faktor tersebut.
Menyimak apa yang telah dipaparkan tersebut diatas, maka tentunya hal tersebut sangat realistis dengan kondisi yang terjadi sekarang ini, dalam artian bahwa faktor bawaan dan lingkungan menjadi hal yang sangat urgen dalam perkembangan individu.
Menurut Mc Guire yang dikutip oleh Jalaluddin dikatakan:
Diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, institusi pendidikan dan masyarakat luas.

Berangkat dari apa yang telah dipaparkan sebelumnya dalam kaitannya dengan lingkungan sebagai salah satu faktor penting yang berpengaruh dalam perkembangan diri anak, terutama dalam pendidikannya, maka lingkungan disini dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Untuk mengetahui peran ketiga lingkungan tersebut, maka dalam tulisan ini akan dibahas mengenai peran ketiga lingkungan tersebut.
1. Lingkungan keluarga
Kata keluarga secara etimologi menurut K.H. dewantara adalah “bagi bangsa kita perkataan “keluarga” kita kenal sebagai rangkaian perkataan-perkataan “kawula” dan “warga”. kawula tidak lain artinya dari pada “abdi” yakni hamba sedangkan “warga” berarti “anggota”.
Sedangkan kalau ditinjau dari ilmu sosiologi, maka keluarga didefinisikan sebagai berikut: keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan antara ayah, ibu dan anak yang merupakan kesatuan kecil dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat.
Sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan. seorang anak sejak bayi memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. seorang anak dibesarkan dan dalam pemeliharaan orang tua. orang tua sebagai pendidik, pengasuh , pembibimng dan pemimpin bagi anak-anaknya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Segala contoh dan hal lain yang berkenaan dengan kehidupan akan di contoh dari lingkungan ini. Oleh karena itu pembentukan karakter pertama bagi anak tentunya berada dilingkungan keluarga. Dengan kasih sayang dan loyalitas sebagai andalan, anggota keluarga diharapkan saling terikat dan saling berinteraksi sedemikian rupa sehingga dapat membantu perkembangan fisik maupun perkembangan kepribadian para anggotanya.
Gilbert Highest, mengemukakan bahwa kebiasaaan yang dimiliki anak sebagian besar terbentuk oleh keluarga. Sejak bangun tidur hingga tidur kembali anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.
Apa yang dikemukakan oleh Gilbert Highest tersebut diatas sangat tepat dalam perilaku anak. Sebab faktor keluarga memang menjadi faktor utama pembentukan karakteristik anak disamping faktor-faktor yang lain. Olehnya itu, jika seorang kepala keluarga menginginkan anggota keluarganya baik dalam hal ini memiliki sikap dan pembawaan yang baik, maka anggota keluarganya baik dalam hal ini memiliki sikap dan pembawaan yang baik, maka hal yang harus dilakukan yaitu menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman bagi anggota keluarganya, sehingga hal tersebut akan terbhawa sampai kapan pun.
Peran keluarga dalam pendidikan anak ini terletak ditangan kedua orang tua. tanggung jawab pendidikan pendidikan harus diperhatikan dan dibina oleh orang tua yaitu:
a. Memelihara dan membesarkan anaknya. tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan, minum dan perawatan agar ia dapat hidup berkelanjutan.
b. Melindungi dan menjamin kesehatannya baik jasmaniah dan rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan diri anak.
c. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya, sehingga ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain (hablum minan nas).
d. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sebagai tujuan akhir hidup muslim.
Masih dalam kaitannya keluarga sebagai lingkungan yang utama dalam pembentukan karakter anak. Lebih jauh lagi terhadap pembentukan perilaku beragama anak. seperti pada contoh yang dikemukakan sebelumnya, hal tersebut menunjukkan betapa besar peran keluarga dalam membentuk perilaku beragama anak, olehnya itu bagaimanapun pendidikan agama yang diberikan di rumah, tentunya hal tersebut tidak dapat diputuskan oleh apapun, sehingga tanggung jawab ini akan dibawa sampai kelak dikemudian hari. Mengenai tanggung jawab ini, Allah SWT telah memperingatkan kepada umatnya melalui firmannya dalam Al-Qur'an surat At-Tahrim ayat 6 :
        ••              
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Ayat tersebut diatas menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara anggota keluarga meskipun ajal telah memisahkan, namun tanggung jawab tetap akan dimintai kepada mereka kelak dikemudian hari, sehingga kalau sekiranya ada orang tua yang tidak pandai mendidik dan memelihara anak, dan akhirnya anak tersebut terjerumus kelembah kenistaan, maka mau tidak mau orang tua juga akan ikut merasakan ganjaran dari perbuatan anaknya. Agar anak tersebut senantiasa berperilaku baik dan senantiasa berada dalam koridor-koridor yang benar, maka hal tersebut tentunya terletak pada pembinaan keluarga yang diberikan kepada anaknya.
Penting pula untuk diketahui bahwa tugas utama keluarga bagi pendidikan anaknya ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak, dan pandangan hidup keagamaan jika hal tersebut, maka tentunya peluang untuk menciptakan generasi yang baik akan terasa lebih mudah lagi tentunya. Jadi ketika anak masuk ke sekolah mengikuti pendidikan formal, dasar-dasar karakter anak ini sudah terbentuk dari lingkungan keluarga.
2. Lingkungan Sekolah
Selain lingkungan keluarga, adapula lingkungan lain yang memiliki andil besar dalam pembentukan karakter anak. Adapun lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan sekolah yang merupakan lingkungan kedua yang memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Pada dasarnya pendidikan disekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus merupakan lanjutan dari penddikan keluarga” .
Pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang disekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi).
Dimasyarakat primitif, lembaga pendidikan secara khusus tidak ada. anak-anak umumnya dididik dilingkungan keluarga dan masyarakat lingkungannya. pendidikan secara kelembagaan memang belum diperlukan karena profesi dalam kehudipan belum ada. jika anak dilahirkan dilungkungan keluarga tani, maka dapt dipastikan ia akan menjadi petani seperti orang tua dan masyarakat lingkungannya. demikian pula anak seorang nelayan ataupun anak masyarakat pemburu. kemampuan untuk menguasai cara bertani, menangkap ikan atau pun berburu binatang sesuai dengan lingkungan yang diperoleh seorang anak memallui bimbingan orang tua dan masyarakat. karena kehidupan masyarakat bersifat homogen, maka kemampuan profesional diluar tradisi yang diwariskan secara turun temurun tidak mungkin berkembang. Oleh karena itu, lembaga pendidikan khusus menyatu dengan kehidupan keluarga dan masyarakat.
Sebaliknya dimasyarakat yang telah memiliki peradaban modern, tradisi seperti yang digambarkan diatas tidak mungkin dipertahankan. Untuk menyelaraskan diri dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, seseorang memerlukan pendidikan. Sejalan dengan kepentingan itu, maka dibentuk lembaga khusus yang menyelenggarakan tugas-tugas kependidikan dimaksud. dengan demikian, secara kelembagaan maka sekolah-sekolah pada hakikatnya adalah merupakan lembaga pendidikan yang ertifisialis (sengaja dibuat).
Selain itu, sejalan dengan fungsi dan perannya, maka sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan keluarga. karena keterbatasan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, maka mereka diserahkan kesekolah-sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, terkadang para orang tua sangat selektif dalam menentukan tempat untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Mungkin saja para orang tua yang berasal dari keluarga yang taat beragama akan memasukkan anaknya kesekolah-sekolah agama. sebaliknya para orang tua lain lebih mengarahkan anak mereka untuk masuk kesekolah sekolah umum. atau sebaliknya para orang tua yang sulit mengendalikan tingkah laku anaknya akan memasukkan anak-anak mereka kesekolah agama dengan harapan secara kelembagaan sekolah tersebut dapat memberi pengaruh dalam membantuk kepribadian anak tersebut.
Disadari ataupun tidak, bahwa ketika seorang anak sudah memasuki usia sekolah, hampir sebagian besar waktunya dihabiskan dilingkungan sekolah. Disisi lain hal tersebut tentunya merupakan hal yang baik, sebab dilingkungan sekolah akan diajarkan berbagai macam pengetahuan, mulai dari pengetahuan yang berkenaan dengan kehidupan dunia, maupun yang erat kaitannya dengan kehidupan akhirat.
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada anak. Maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak, sebab tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Tentunya harapan orang tua agar anaknya dapat mengenyam dunia pendidikan, serta dapat menambah wawasan anak. Namun perlu disadari pula bahwa ketika anak tersebut bergabung dalam lingkungan yang baru, maka ada hal positif atau negatif yang akan terjadi pada diri anak tersebut. Tergantung dari pembawaan dan bekal yang diperoleh dalam pendidikan yang dilakukan dalam lingkungan keluarga.
Oleh karena itu, ketika seorang anak berangat kesekolah, maka secara tidak langsung proses pembinaan anak diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Tanggung jawab tersebut secara keseluruhan dilimpahkan kepada pihak sekolah untuk memberikan muatan positif kepada anak didik agar membentuk mereka kearah yang positif. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah terhadap pendidikan anak, diantaranya sebagai berikut:
a. Sekolah melaksanakan tugas mendidik maupun mengajar anak, serta memperbaiki, memperluas tingkah laku sianak didik yang dibawa dari keluarga.
b. Sekolah mendidik maaupun mengajar anak didik menjadi pribadi dewasa susila, sekaligus warga negara dewasa susila.
c. Sekolah mendidik maupun mengajar anak didik menerima dan memiliki kebudayaan bangsa
d. lewat bidang pengajaran, sekolah membantu anak didik mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan kerja, sehingga anak didik memiliki keahlian untuk bekerja dan ikut membangun bangsa dan negara.
Dari uraian diatas, maka kita dapat melihat dengan jelas bahwa peran sekolah dalam mengarahkan remaja menjadi manusia yang berilmu dan berakhlak merupaakan tanggung jawab yang sangat besar, sehingga hal tersebut mendapat perhatian yang serius, agar hasil yang dicapai nantinya dapat lebh baik lagi, sehinggasekolah betul-betul memprelihatkan perannya sebagai lingkungan yang baru lagi positif bagi perkembangan intelelktual anak dan perkembangan keberagamaan remaja.
Berkenaan dengan peran sekolah sebagai bagian dari lingkungan yang bertujuan untuk membentuk perilaku beragama yang baik bagi anak didik, maka tentunya hal tersebut akan senantiasa sejalan dnegan tujuan pendidikan itu sendiri, yang kemudian tertuang dalam undang-undang pendidikan dimana tujuan pendidikan di indonesia adalah
Membentuk manusia indonesia sebagai pribadi dan warga masyarakat yang memiliki ketaqwaan kepada Tuhan yang maha esa, kecerdasan dan keterampilan, budi pekerti, kepribadian, kebangsaan dan cinta tanah air yang kemudian dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Dengan demikian tujuan pendidikan untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab merupakaan tugas yang sangat mulia.
Lingkungan sekolah selain membantu orang tua dalam membimbing anak kearah yang positif, sebab disekolah juga akan diajarkan materi keagamaan dalam hal ini pelajaran yang erat kaitannya dengan agama islam itu sendiri. Demikian juga dengan adanya berbagai kegiatan keagamaan disekolah hal ini juga dapat dijadikan pembiasaan untuk menumbuhkan perlaku religius. Akan tetapi orang tua penting perlu memahami bahwa kehidupan beragama anak tidak sepenuhnya dipercayakan sepenuhnya kepada lembaga pendidikan, jadi tetap harus ada kontrol dari pihak keluarga agar kehidupan beragama mereka tetap sesuai dengan aturan agama.
3. Lingkungan Masyarakat
Faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku bergama remaja yaitu lingkungan masyarkaat. Masyarakat bila dilihat dari konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal adalam suatu kawasan atau wilayah dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai tujuan. Sedangkan bila dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat adalah sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi.
Dikatakan juga masyarakat adalah salah satu lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Dikatakan demikian sebab lingkungan masyarakat merupakan tempat anak tersebut berinteraksi serta menerima berbagai hal yang berkenaan dengan kehidupannya.
Sesuatu hal yang tidak dapat dipungkiri, bahwa lingkungan masyarkat tempat remaja berinteraksi memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan watak keagamaan seorang anak, walaupun pengaruh tersebut tidak sepenuhya, namun setidaknya patut untuk senantiasa dipertimbanngkan. Sebab hari ini telah banyak contoh yang dapat dijadikan cerminan terjadinya berbagai penyimpangan yang dilakukan anak didik, kenakalan remaja dan lainnya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sekitarnya.
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang luas dan didalamnya terdapat berbagai macam bentuk dan pelajaran yang dapat diambil dan dipelajari oleh remaja. Apalagi dalam usia seorang anak yang masih dini, terkadang tidak lagi menyaring hal-hal yang diperolehnya dan langsung menerapkannya.
Setiap masyarakat diamanapun berada, tentu mempunyai karakteristik tersendiri sebagai norma khas dibidang sosial budaya yang berbeda dengan karakteristik masyarakat lain, namun juga mempunyai norma-nrma yang universal dengan masyarkat pada umumnya. Begitu pula dalam hal pendidikan, tentunya hal tersebut juga berbeda-beda. Ada masyarakat yang sangat peka terhadap pendidikan. Apalagi yang berkenaan dengan nilai-nilai keagamaan, namun ada juga masyarakat yang tidak terlalu memperhatikan akan hal tersebut.
Tentunya kondisi masyarakat yang demikian akan menghasilkan anak didik yang berbeda pula. Sebab bagaimanapun tekunnya seorang anak dalam melakukan aktifitas pendidikan, namun tidak didukung dengan masyarakat yang perhatian akan pendidikan, maka tentunya hasil yang dicapai juga tidak akan maksimal, namun lain halnya jika lingkungan masyarakat tersebut mendukung segala aktifitas pendidikan dalam upaya meningkatkan potensi yang dimiliki anak, tentunya hal tersebut sangat baik untuk proses pengembangan anak, dan hasil yang dicapai nantinya tentu jauh lebih baik pula.
Bagian lain dari lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku beragama anak yaitu faktor teman yang dijadikan lawan dalam berinteraksi di dalam masyarakat. Kita tahu dilingkungan masyarkaat ini remaja melakaukan aktifitas dengan temannya. Aktifitas ini memiliki dampak yang negatif dan positif. Jika seorang anak memiliki teman bergaul yang baik, maka mungkin saja anak tersebut baik, namun lain halnya jika anak tersebut bergaul dengan teman yang kurang baik, maka peluang anak tersebut menyimpang juga mungkin dapat terjadi.
Lingkungan masyarakat adalah merupakan lingkungan pergaulan bagi anak, olehnya fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan anak akan sangat tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung tinggi norma-norma keagamaan itu sendiri”. Jadi didalam lingkungan masyarakat ini, anak akan mendapatkan berbagai macam pelajaran yang berharga bagi perkembangan dirinya.
Oleh karena itu, melihat peran masyarakat dalam pembentukan kepribadian anak, maka tentunya hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat diremehkan. Sehingga, agar terbentuk perilaku beragama yang baik pada diri remaja, maka dibutuhkan kerjasama yang baik dari ketiga jenis lingkungan ini, dalam hal ini lingkungan keluarga sebagai lingkungan yang pertama dan utama, kemudian lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Jika ketiga lingkungan tersebut bekerjasama dengan baik, maka harapan besar untuk menjadikan anak memiliki nilai moralitas dan nilai keagaaman yang tinggi tentunya akanlebih mudah terwujud.
E. Dampak Lingkungan Pendidikan Terhadap Perilaku Keagamaan Anak
Dalam ayat yang pertama turun dalam hal ini surat Al-Alaq secara implisit didalamnya tertera makna memerintahkan umat manusia untuk membaca dan diajari ilmu pengetahuan kemudian selanjutnya telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Hal ini jelas bahwa Al-Qur'an Allah SWT telah mengisayaratkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan pribadi seseorang yang mencakup seluruh aspek tingkah laku manusia tersebut termasuk perilaku beragama mereka. Dengan demikian ini menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi untuk berkembangan dan menerima pengaruh dari luar berupa pendidikan dan nilai-nilai yang akan berpengaruh besar pada tingkah lakunya.
Pemaparan tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa lingkungan pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku anak/individu dalam mengarungi kehidupannya, baik itu lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Tentunya bahwa pengaruh tesebut akan berdampak pada diri pribadi mereka, baik dalam kehidupan sosial mereka maupun kehidupan agama mereka.
Tetapi perlu kita sadari bahwa kunci keberhasilan pendidikan terletak pada pendidikan dilingkungan rumah tangga .
Contoh kecil yang terjadi berkenan dengan lingkungan pendidikan dalam konteks kehidupan keluarga. Ketika lingkungan keluarga menjalankan fungsi mereka dengan baik. Seperti menjalankan kewajiban agama dnegan baik dalam hal ini menanamkan norma-norma yang baik maka anak-anak mereka pun melakukan hal yang baik sesuai dengan norma-norma agama. Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan anak memiliki dampak yang sangat besar terhadap perilaku beragama anak.
Secara alami manusia akan tumbuh dan berkembang sejak dari kandungan hingga alam kuburan sesuai dengan proses perkembangan jiwa dan raganya secara bertahap sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya, karena sudah menjadi sunnatullah. Memang benar apa yang dikatakan oleh sebahagian orang, bahwa lingkungan yang baik tentunya akan menghasilkan generasi yang baik pula. Namun sebaliknya lingkungan yang buruk akan terasa sulit menghasilkan anak yang baik, seperti contoh yang dikemukan sebelumnya. Dalam lingkungan keluarga, hal yang sulit terjadi seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan pemabuk, sulit kemudian anak tesesebut menjadi seorang alim ini tentunya hal yang sangat sulit terjadi.
Berkenaan dengan pembahasan ini menarik untuk disimak tentang firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 30:
         ••             ••   
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Ayat tersebut diatas menunjukkan kepada ketika bahwa ketika manusia dilahirkan semua kondisi dalam keadaaan yang bersih lagi suci, kemudian dalam perajalanan selanjutnya lingkungan yang mengarahkannnya. Jika ia berhadapan dengan lingkungan yang baik maka peluang ia menjadi baik terbuka lebar begitu juga sebaliknya.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, anak harus dipandang sebagai hamba Tuhsan yang mulia dengan kemampuan dan bakat yang bisa berkembang secara intensif atau dialektis (saling mempengaruhi) antara kemampuan dasarnya dan pengaruh pendidikan.
Olehnya itu perlu kiranya orang tua memberikan bekal kepada anak mereka dengan pendidikan agama sejak usia dini. Sebab dengan pembinaan didasari nilai-nilai agama sejak usia dini, seorang anak akan menemukan fitrahnya sebagai hamba Allah SWT, seorang anak adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan/pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju fitrahnya. Olehnya lingkungan disini memiliki peran sangat penting agar anak senantiasa berada diatas rel-rel kebenaran, serta dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam Q.S. As-Syams:7-10:
                 
Artinya: Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya .

Firman diatas dapat dijadikan sumber pandangan bahwa usaha mempengaruhi manusia melalui pendidikan dapat berperan positif untuk mengarahkan perkembangan seseorang kepada jalan kebenaran, tanpa melalui usaha pendidikan manusia akan terjerumus kejalan yang salah atau sesat. Manusia telah diberi dua jalan yang benar atau yang sesat. jalan yang benar terbentang jelas dan begitupun sebaliknya.
Dalam surah Al- Balad ayat 10, Allah SWT Berfirman:
 • 
Artinya: Dan kami Telah menunjukkan kepadanya dua jalan
Atas dasar ayat tersebut diatas kita dapat menginterpretasikan bahwa dalam fitrah manusia telah diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar yang salah. kemampuan memilih tersebut mendapatkan pengarahan dalam proses kependidikan yang mempengaruhinya.
Melihat yang terjadi saat ini dalam kaitannya dengan perilaku beragama anak, maka tentunya hal tersebut membuat kita berpikir tentang kondisi yang akan dialami generasi penerus yang ada pada saat ini, yang sebahagian besar telah rusak. Sehingga melihat kenyataan tersebut, masalah tersebut kembali kepada keluarga sebagai lembaga pendidikan yang utama dan pertama bagi anak. Menjadi tugas berat oleh orang tua untuk meyakinkan bahwa anak-anak mereka selalu dalam koridor agama.
Anak sebagai amanah dari Allah SWT bagi kedua orang tuanya. Ia mempunyai jiwa yang bersih, apabila ia sejak kecil dibiasakan baik, dididik dan dilatih dengan kontinu, maka ia akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik pula. Sebaliknya bila ia dibiasakan buruk nantinya ia terbiasa berbuat buruk pula dan menjadikan ia celaka dan rusak, oleh karena itu dalam keluarga perlu dibentuk lembaga pendidikan walaupun dalam format yang paling sederhana.
Olehnya itu keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat dengan anak hendaknya memerankan perannya dengan baik dalam artian ia hendaknya memberikan pendidikan agama yang baik kepada anggotanya, menanamkan nilai-nilai agama dengan baik serta mengarahkan mereka untuk senantiasa berada pada rel-rel kebenaran. Orang tua hendaknya memberikan masukan-masukan yang positif kepada anaknya serta dalam memberikan pelajaran orang tua harus menampakkan sikap kasih sayang dan lemah lembut dalam menyampaikannya sehingga anak dengan mudah menerimanya.
Akan senantiasa tercipta suatu perilaku yang terpuji ketika keluarga dan lingkungan pendidikan yang lainnya berperan aktif dalam mengarahkan anak kearah yang positif, senantiasa memberikan masukan, serta memberikan dukungan terhadap setiap hal-hal positif, senantiasa memberikan masukan serta memberikan dukungan terhadap setiap hal-hal positif yang dilakukan oleh anak serta menasehati dan meluruskan ketika anak tersebut melakukan pelanggaran baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Jika anak sudah terbiasa hidup dalam lingkungan-lingkungan yang penuh dengan kebiasaan beragama, kebiasaan-kebiasaan itu pun akan melekat dalam dirinya dan diterapkan di mana pun mereka berada. Begitu juga sikapnya dalam berucap, berpikir dan bertingkah laku akan selalu didasarkan norma agama, moral dan etika yang berlaku. Jika hal ini diterapkan niscaya akan terbentuk generasi-generasi muda yang shaleh, handal, bermoral, dan beretika serta senantiasa menjalankan segala ketentuan berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah Rasul sehingga nantinya akan tercipta keselamatan dunia dan akhirat.
          • 
Artinya: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.
D. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam beberapa penelitian tentang perilaku keagamaan menunjukan beberapa faktor yang mempengaruhi dan mendukungan terkait perilaku keagamaan, adapun beberapa hasil-hasil penelitian yang relevan sebagai berikut :
a) Pengaruh metode teladan dalam membentuk sikap keagamaan masyaakt Konawe.
Dari hasil penlitian tentg